... urip opo anane kadyo ilining banyu, ora kedhuwuren gegayuhan, ora kejeron pasrahe ...

Thursday, May 1, 2014

Hujan sore

Tiba-tiba saja hujan turun. Aku bergegas menepi. Sekelompok anak kulihat berloncatan, menari dibawah cucuran hujan. Aku menatap mereka dan menelan keluhan yang mulai datang di hatiku. Sementara aku berteduh dan merasa gelisah karena hujan tidak kunjung reda, anak-anak itu nampak gembira meliuk-liukkan tubuh mereka yang kecil sambil menari-nari dengan baju yang basah kuyup. Mereka tidak peduli akan waktu seperti orang-orang dewasa ini. Mereka tidak punya apa-apa untuk dikeluhkan. Gembira saja bermain bersama air yang jatuh dari langit.

Maka, benarlah bahwa kesusahan itu berawal dari cara kita memandang sesuatu keadaan menurut kepentingan diri kita masing-masing? Sebab, diinginkan atau tidak, toh hujan tetap akan turun jika dia memang harus turun. Tidak dapat kita menghentikannya. Bukankah kita hanya harus menunggu sejenak saat langit kembali cerah? Mengapa kita harus merasa kecewa atau malah gusar? Toh, bukan hanya kita seorang saja yang menerima keadaan tersebut. Tetapi kita masing-masing lalu melihat kesusahan itu dari sudut sempit kepentingan diri kita saja. Bukankah dari sanalah sumber asal segala duka cerita hidup ini?
 
Seorang bapak tua, kulihat muncul dan berteriak dari samping lorong, melarang anak-anak itu bermain di bawah cucuran hujan. Seorang anak yang terkecil dari antara kelompok itu berlari sambil mengebaskan bajunya yang basah. Kakinya terangkat saat dia memutar tubuhnya yang kurus sambil berseru, "biarin aja!


Dan aku pun tersadarkan dari lamunan panjangku. Bisa jadi, hidup itu sesungguhnya adalah suatu permainan yang tak perlu terlalu dirisaukan. Bencana boleh datang silih berganti. Namun hidup terus saja berlanjut. Dan suka atau tidak, kita tak bisa mengelak dari kesulitan yang kini menerpa kita. Tetapi jika kita menyadari bahwa, setiap kesulitan yang kita hadapi juga dihadapi sesama kita yang lain, lalu mengapa kita harus lari dan menyembunyikan diri kita? Mengapa kita kadang bersikap pengecut atau malah sering harus mencari kambing hitam atas kesulitan yang sedang menerpa kita? Mengapa kita terkadang merasa putus asa dan ingin menghabisi hidup ini? Mengapa kita harus merasa gagal untuk menerima kemalangan itu? Apa mungkin karena kita telah menjadi sosok yang dewasa dan karena itu kita lalu gagal untuk menikmati keindahan permainan masa kanak-kanak kita lagi?

Kini, perlahan-lahan hujan mereda. Menjadi gerimis yang lembut menirai. Dan dari balik awan yang tak terlalu tebal, seberkas cahaya menyorot ke bumi. Anak-anak itu masih saja sibuk bermain di sepanjang sisi jalan, yang juga mulai dipenuhi oleh para pejalan kaki dewasa yang tadi melindungi diri mereka di emperan toko. Dan aku pun membaur bersama mereka. Hujan tiba-tiba saja reda. Menyejukkan udara yang tadi sedemikian menyengat. Bau tanah basah memenuhi paru-paruku. Pastilah, kesusahan yang kita alami saat ini pun akan segera menghilang, diganti dengan kesegaran kegembiraan hidup. Asal saja kita sabar menunggu. Asal saja kita mau menunggu.


Gerimis berhenti, aku kembali menyusuri trotoar basah ini menuju arah pulang...

Monday, February 10, 2014

Bencana

Gerimis sepanjang senja. Mendung menjelang malam. Bayanganku terpantul di atas aspal basah. Lampu jalan meremang dalam kelam langit. Ada rasa sunyi. Ada rasa sepi. Sesuatu yang terasa akrab. Sesosok tubuh lelaki terlihat terbaring di atas trotoar yang lembab. Sesosok tubuh yang memohon sedekah. Sesosok tubuh yang memintal harap. Adakah dia memilikinya? Maka kukenangkan puluhan tubuh yang bergelimpangan. Ratusan tubuh yang tersapu bencana. Tubuh-tubuh yang tak pernah mengira akhir tiba dengan cara tak terduga. Adakah pernah mereka memiliki isyarat? Adakah pernah mereka membayangkan apa yang kini telah terjadi? Bersalahkah mereka? Apakah sungguh Tuhan telah melupakan mereka?

Bencana. Sering kali kita memikirkan hal itu dalam bayang-bayang ketak-pedulian. Sering kita melalaikan derita yang terjadi sepanjang kita sendiri tak mengalaminya. Kita lupa bahwa selalu ada keterkaitan antara diri kita dengan apa yang telah kita lakukan. Terhadap alam lingkungan kita. Terhadap sesama yang hidup bersama kita. Bahwa, bila kita percaya hanya kepada-Nya, itu cukuplah. Bahkan sering kita bersembunyi di belakang jubah kebesaran-Nya untuk melaksanakan kepentingan kita saja. Lalu kita pun melupakan bahwa Tuhan tak pernah hanya ada dalam diri kita saja. Sebab Dia adalah pemilik kita semua. Kita semua.

Malam tiba. Dalam bayangan langit yang gelap. Dan hujan yang turun deras. Langit tanpa bulan. Langit tanpa bintang. Hanya mendung tebal. Dan sesosok tubuh yang terbaring di atas trotoar basah. Terbaring di bawah pantulan lampu jalan. Kota seakan menyemburkan segenap duka laranya dalam tadahan tangan lelaki itu. Berbedakah kita? Tidak. Dalam derita, dalam bencana, kita adalah satu. Sayang bahwa kita sering lupa saat kesenangan melimpahi kita. Walau kita tetap memuji berkah dari-Nya, kita sering alpa dari derita yang bersembunyi di balik tabir hidup ini. Yang suatu ketika bisa saja muncul dengan tiba-tiba. Dan tak pernah dapat kita ramalkan. Tak akan pernah.

Tetaplah berharap, kawan. Semoga kita tak pernah kehilangan harapan. Semoga kita tak akan kehilangan Dia yang sesungguhnya berada di balik kehidupan kita. Ya, janganlah kita bersembunyi di balik jubah-Nya karena Dia selalu ada di balik setiap kehidupan kita semua. Tanpa kecuali. Sebab jika tidak begitu, untuk apa kita percaya bahwa Dia ada? Hujan menderas malam hari. Hujan dengan begitu banyak duka dan harapan yang memenuhi bumi. Memenuhi setiap kehidupan di baliknya. Semoga dari segala bencana dan kekelaman ini terbitlah kesegaran baru di hari esok.

Kita, kita semua menanti fajar baru yang cerah. Tetap dengan harapan. Tetap dengan berpegangan tangan. Tetap dengan keyakinan bahwa apa yang telah terjadi adalah pada salah seorang dari antara kita adalah juga mungkin terjadi pada kita semua. Hanya Dialah pemilik kita. Dan hanya Dialah milik kita semua. Kita semua.

Buat kawan-kawan yang sedang tertimpa bencana di berbagai belahan tempat, semoga makin kuat dan tetaplah tegar. Be strong, guys !!